tidak ada kondom

tidak ada kondom
Iklan ini diangkat dari kisah nyata. Beberapa anak muda di suatu desa di Papua menggunakan plastik ketika melakukan hubungan seks. Tujuannya untuk mencegah penularan HIV. Mereka tahu bahwa hubungan seks dapat menularkan virus ini, tetapi kondom sulit didapat dan mahal harganya.

Tuesday, July 17, 2007

Menghadapi Harga Susu yang Melambung

Suara Pembaruan Jumat, 6 Juli 2007

Oleh Ronald Gunawan

Dalam dua minggu ini media massa gencar memberitakan kenaikan harga susu di berbagai tempat di Indonesia. Dilaporkan bahwa harga susu naik sekitar 10 persen dari harga asal. Ditengarai hal ini terjadi karena faktor eksternal, yaitu kenaikan harga susu di dunia. Diduga kuat, terjadi kekeringan di Australia mengakibatkan turunnya produksi susu sapi di sana. Media juga melansir berita bahwa tingginya harga susu ini kemungkinan akan bertahan sampai akhir tahun ini dengan kenaikan mencapai 15 persen.

Seperti kenaikan harga barang lainnya, media massa mencermati berbagai komentar masyarakat dan sikap dan tindakan pemerintah. Tentu saja dapat ditebak bahwa ibu-ibu keberatan dengan kenaikan harga ini. Mereka mengeluh karena tidak sanggup lagi untuk membeli susu untuk anak mereka. Sedangkan pemerintah nampaknya berusaha untuk menjelaskan kenaikan ini dan terdengar pula kekhawatiran akan meningkatnya jumlah balita gizi buruk akibat keadaan ini. Tetapi tindakan konkrit untuk mengatasi kenaikan harga susu dan dampaknya belum terlihat.
Ada beberapa liputan berita di televisi dan media cetak yang memaparkan keingingan masyarakat untuk mendapatkan susu murah bahkan gratis untuk bayi mereka. Bahkan ada pula yang mendambakan semacam operasi pasar seperti halnya yang terjadi untuk beras dan minyak goreng. Untungnya belum ada dan mudah-mudah tidak terjadi tindakan seperti ini. Operasi pasar atau pembagian susu formula tentunya tidak sejalan dengan kode etik internasional tentang pemasaran produk pengganti ASI yang telah diratifikasi dengan dikeluarkannya Keputasan Menteri Kesehatan no. 237/Menkes/SK/IV/1997 mengenai pemasaran produk pengganti ASI.
Masyarakat nampaknya melupakan atau tidak paham bahwa susu sapi bukanlah makanan terbaik untuk bayi dan anak berusia kurang dari 2 tahun. Sehingga ada banyak ibu-ibu yang mengkhawatirkan terjadinya dampak negatif dari mahalnya harga susu pada bayi mereka. Sangat mungkin mereka tidak tahu bahwa sebenarnya penggunaan susu formula telah terbukti mengakibatkan banyak dampak buruk pada bayi.

Promosi ASI
Momentum kenaikan harga susu ini seharusnya dipakai oleh pemerintah untuk meningkatkan penggunaan ASI dengan menjelaskan keunggulan ASI dibanding dengan susu formula. Berbagai penelitian membuktikan bahwa masih banyak ibu yang tidak tahu tentang hal ini. Sehingga respon segera yang perlu dilakukan saat melambungnya harga susu adalah memberikan penjelasan tentang keunggulan ASI dan cara pemberian ASI yang benar.
Selain itu juga perlu ada upaya konkrit untuk menciptakan lingkungan yang memungkinan ibu-ibu untuk menyusui anak-anak mereka dengan benar. Cuti melahirkan yang terlalu singkat misalnya berperan besar untuk menghambat kemampuan ibu-ibu yang bekerja dalam memberikan ASI. Terlalu sibuknya ibu-ibu oleh pekerjaan di rumah juga berpengaruh terhadap menurunnya produksi ASI. Sehingga selain informasi untuk masyarakat, juga sangat diperlukan kebijakan dan peran serta semua pihak untuk lebih memungkinkan ibu-ibu di Indonesia memberikan ASI dengan benar.
Informasi tentang keunggulan ASI seharusnya diberitakan dengan jelas melalui berbagai media, salah satunya adalah media massa. Perlu diberitakan bahwa selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, mereka hanya perlu ASI saja. Ini yang disebut sebagai ASI eksklusif. Setelah itu, ASI tetap merupakan makanan terbaik sampai anak berusia 2 tahun. Dalam usia tersebut, sebenarnya tidak diperlukan susu selain ASI. Yang perlu diberikan adalah makanan yang mendampingi pemberian ASI yang sering disingkat MP-ASI atau makanan pendamping ASI.
Keunggulan tentang ASI ini tidak terbantahkan dan telah direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia dan juga oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan. Sehingga jika ibu-ibu di Indonesia telah tahu tentang hal ini dan mampu untuk memberikan ASI dengan benar, seharusnya kenaikan harga susu tidak akan berpengaruh terhadap keadaan gizi anak bawah 2 tahun .
Pada anak di atas 2 tahun pun, kenaikan harga susu seharusnya tidak berpengaruh banyak, jika masyarakat tahu pola makan yang berimbang. Susu memang bergizi baik, tetapi ada banyak makanan lain yang bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dan beragam akan dapat menggantikan kebutuhan gizi yang bersumber dari susu sapi.

Disamping harga susu yang melambung akhir-akhir ini, sebenarnya konsumsi susu masyarakat Indonesia memang rendah jika dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Paling tidak ada dua sebab utama yaitu produksi susu Indonesia yang rendah dan ketidakbiasaan meminum susu. Secara jangka panjang, jika ingin meningkatkan konsumsi susu maka harus juga ada upaya untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri. Peningkatan produksi susu dan upaya menahan harga susu perlu dilihat sebagai upaya memberikan pilihan kepada keluarga Indonesia dalam mencukupi kebutuhan gizi mereka.

Salah satu hal penting lainnya dari momentum kenaikan harga susu ini adalah mengingatkan kita semua tentang pentingnya meningkatkan ketahanan pangan keluarga. Selain susu, ada banyak sumber kebutuhan gizi lainnya yang perlu untuk diperhatikan ketersediaan dan daya beli terhadapnya. Kenaikan harga susu disusul dengan ketidakmampuan masyarakat untuk membelinya perlu dilihat sebagai makin berkurangnya pilihan atas sumber makanan pemenuh kebutuhan gizi keluarga.

Mudah-mudahan baik masyarakat, media massa dan pemerintah memberikan respon yang tepat atas kenaikan harga susu ini. ASI haruslah yang gencar dipromosikan bukanlah usul untuk melakukan operasi pasar susu formula apalagi pembagian susu gratis. Secara jangka panjang, peningkatan produksi dan stabilitas harga susu sepatutnya diperhatikan pemerintah sama halnya dengan bahan makanan lainnya. Sehingga keluarga Indonesia memiliki cukup pilihan dan mampu mendapatkan berbagai bahan makanan untuk demi meningkatnya kualitas kesehatan anak-anak Indonesia.

No comments: